Pada 27 September 2012, satu majlis himpunan pelajar -pelajar Tingkatan Enam 2012 Daerah Besut bersama Timbalan pengaran JPNT. Oleh kerana Tuan Timbalan pengarah tidak dapat hadir maka Ketua Sektor telah merasmikannya. Tuan Haji Zubir Juga turut memberi Slot Motivasi kepada calon STPM dan ibubapa yang hadir. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar.
Friday, 28 September 2012
Tafsir Surah Ali Imran.. Ayat 190-191
“Sesungguhnya
  dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang
  terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang 
 yang mengingat Allah SWT sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan  
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan lanjut dan bumi  
(seraya berkata), “Ya Robb kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan  
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka dipeliharalah kami dari siksa neraka.” (QS.3:190-191)
 
At
  Tabari dari Ibnu Hatim meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra, bahwa  
orang-orang Quraisy mendatangi kaum Yahudi dan berkata: "Bukti-bukti  
kebenaran apakah yang dibawa Musa kepadamu?" 
Pertanyaan itu dijawab: "Tongkatnya dan tangannya yang putih bersinar bagi yang memandangnya". 
Sesudah itu mereka pergi mendatangi kaum Nasrani dan berkata: "Bagaimana halnya Isa?".
Sesudah itu mereka pergi mendatangi kaum Nasrani dan berkata: "Bagaimana halnya Isa?".
Pertanyaan
  itu dijawab: "Isa itu menyembuhkan mata yang buta sejak lahir dan  
penyakit sopak serta menghidupkan orang yang sudah mati". 
Selanjutnya mereka mendatangi Rasulullah saw dan berkata: "Mintalah dari Tuhanmu supaya bukti Safa' itu jadi emas untuk kami". 
Maka
  berdoalah Nabi Muhammad saw kepada Allah dan turunlah ayat tersebut di
  atas yangi intinya mengajak supaya mereka memikirkan langit dan bumi  
tentang kejadiannya, hal-hal yang menakjubkan di alamnya, seperti  
bintang-bintang, bulan dan matahari serta peredarannya laut,  
gunung-gunung, pohon-pohon, buah-buahan, binatang-binatang,  
tambang-tambang dan sebagainya di bumi ini. 
Memikirkan pergantian siang dan malam. mengikuti terbit dan terbenamnya matahari, siang lebih lama dari malam dan sebaliknya. Semuanya itu menunjukkan atas kebesaran dan Kekuasaan Penciptanya bagi orang-orang yang berakal.
Memikirkan pergantian siang dan malam. mengikuti terbit dan terbenamnya matahari, siang lebih lama dari malam dan sebaliknya. Semuanya itu menunjukkan atas kebesaran dan Kekuasaan Penciptanya bagi orang-orang yang berakal.
Diriwayatkan dari 'Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw berkata: "Wahai 'Aisyah saya pada malam ini beribadah kepada Allah SWT ". 
Jawab
  Aisyah ra: "Sesungguhnya saya senang jika Rasulullah berada di  
sampingku. Saya senang melayani kemauan dan kehendaknya" Tetapi baiklah!
  Saya tidak keberatan. 
Maka
  bangunlah Rasulullah saw dari tempat tidurnya lalu mengambil air wudu,
  tidak jauh dari tempatnya itu lalu shalat sunah. Di waktu shalat 
Beliau  menangis sampai-sampai air matanya membasahi kainnya, karena 
merenungkan  ayat Al-Quran yang dibacanya. Setelah shalat Beliau duduk 
memuji-muji  Allah SWT dan kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian 
beliau mengangkat  kedua belah tangannya berdoa dan menangis lagi dan 
air matanya membasahi  tanah. 
Setelah
  Bilal datang untuk azan subuh dan melihat Nabi saw menangis ia  
bertanya: "Wahai Rasulullah! Mengapakah Rasulullah menangis, padahal  
Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun  
yang akan datang". 
Nabi menjawab: "Apakah
  saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersyukur kepada  
Allah SWT SWT? Dan bagaimana saya tidak menangis? Pada malam ini Allah  
SWT telah menurunkan ayat kepadaku. Selanjutnya beliau berkata:  
"Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak  
memikir dan merenungkan kandungan artinya"
Suatu ketika, selepas shalat berjamaah di masjid, Rasulullah saw. berkumpul bersama para sahabatnya. Kemudian beliau meminta sahabat Ibnu Mas'ud membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Pada awalnya Ibnu Mas'ud menolak halus karena ia merasa Rasulullah jauh lebih memahami Al-Qur'an daripada dirinya. Namun sesungguhnya Rasulullah mengetahui kelebihan masing-masing dari para sahabatnya. Dan Ibnu Mas'ud ini, meskipun tubuhnya kecil dan sedikit cacat kakinya (pincang jalannya), namun ia memiliki suara yang merdu dan bacaannya bagus. Sehingga ketika Rasulullah memintanya kembali, Ibnu Mas'ud pun menurutinya. Ketika itu Ibnu Mas'ud membaca ayat-ayat Al-Qur'an surah Ali Imran. Dan ketika sampai pada ayat 190-191(seperti di atas), terdengar isak tangis Rasulullah, sehingga Ibnu Mas'ud menghentikan bacaannya. Para sahabat pun merasa heran melihat Rasulullah menangis, sehingga meraka bertanya seperti pertanyaan yang diajukan Bilal kepada Rasulullah ketika ayat tersebut baru saja turun pada kisah asbabun nuzul di atas. Rasulullah bersabda : "Celakalah bagi orang yang membaca ayat ini, namun tidak memahami maknanya".
Memperhatikan
  hadits Rasulullah saw tersebut setiap kita baca Al-Qur’an henddaknya  
memahami isi dan merenungkan maknanya (tafakur). Bagi mereka yang  
memiliki pemikiran luas dan mendalam atau berinteligensi tinggi, maka  
seluruh apa yang ada di langit dan di bumi yang tercipta itu merupakan  
kenyataan ontologis, sebagai ayat kauniyyah Allah SWT untuk  
dipelajari. Demikian pula tentang pergantian waktu malam dan siang  
memberikan makna tertentu, paling tidak dapat menimbulkan pertanyaan  
yang semakin mendalam, kemudian menyimpulkan secara sederhana bahwa ada 
 fenomena alam yang penuh keteraturan dan ke-ajeg-an, sebagai suatu hukum alam yang berlaku atau sunnatullah. Dan kunci tabir sunnatullah tersebut tersirat dalam Al-Qur'an bagi orang yang memperhatikan dan memahaminya.
Banyak di antara kita yang pandai membaca Al-Qur'an, bahkan mengerti artinya. Namun umumnya kita tidak pandai membaca ayat-ayat kauniyyah
  yang ada di alam ini, sehingga kita tidak menguasai ilmu pengetahuan  
dan teknologi. Atau sebaliknya, banyak di antara kita yang menguasai  
ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi jauh dari tuntunan Al-Qur'an.  
Sehingga kemudian terjadi dikotomi antara petunjuk Al-Qur'an dan ilmu  
pengetahuan, bahkan dalam beberapa hal saling bertentangan. Oleh  
karenanya, Allah SWT akan mengangkat derajat seorang muslim yang mau  
belajar dan berusaha dengan sungunh-sungguh (mujahadah) memahai dan  
melaksanakan petunjuk-petunjuk (hidayah) Allah di dalam Al-Qur'an
  dan ilmu pengetahuan sebagai pembuktian akan ke-Esa-an, ke-Agung-an 
dan  ke-Benaran Allah SWT, dimana dalam beberapa firmanNya orang 
tersebut  diberi predikat sebagai Ulul Albab (QS Ali Imran 190-191 dan Ar Ra'd 19-22)
Istilah Ulul Albab diambil dari bahasa Al-Quran sehingga untuk memahaminya diperlukan kajian terhadap nash-nash yang berbicara tentang Ulul Albab, karena itu agar diperoleh pemahaman yang utuh mengenai istilah tersebut, maka diperlukaan kajian mendalam terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan Ulul Albab, baik dari segi lughawi (bahasa) maupun dari kandungan makna yang dibangun dari pemahaman terhadap pesan, kesan, dan keserasian (munasabah) antara ayat yang satu dengan ayat-ayat sebelumnya.
Menurut
  Prof . Dr. M. Qurash Shihab (1993) seorang ahli tafsir di Indonesia  
menjelaskan bahwa kata Albab adalah bentuk jamak dari kata lubb yang berarti saripati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya, maka isi kacang itulah yang disebut dengan lubb. Dengan demikian, Ulul Albab
  adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak  
diselubungi oleh kulit atau kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan  
dalam berfikir sebagaimana terungkap dalam Al-Quran Surat Ali Imran ayat
  190-191. Dalam kaitannya dengan Al-Quran surat Ali Imran ayat di atas,
  ia menjelaskan bahwa orang yang berdzikir dan berfikir (secara murni) 
 atau merenungkan tentang fenomena alam raya, maka akan dapat sampai 
pada  bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT.
Dalam ayat 191, diterangkan karakteristik Ulil Albab, yaitu selalu melakukan aktivitas dzikir dan fikir sebagai metode memahami alam, baik yang ghaib maupun yang nyata.
Dzikir, secara bahasa berasal dari kata dzakara , tadzakkara, yang artinya menyebut, menjaga, mengingat-ingat.
  Secara istilah dzikir artinya tidak pernah melepaskan Allah SWT dari  
ingatannya ketika beraktifitas. Baik ketika duduk, berdiri, maupun  
berbaring. Ketiga hal itu mewakili aktifitas manusia dalam hidupnya.  
Jadi,dzikir merupakan aktivitas yang harus selalu dilakukan dalam kehidupan. Ada dua dimensi dalam melaksanakan dzikir; (1) bi al-bathin dan (2) bi al-dhahir. Dzikir dengan batin atau dengan hati artinya kalbu manusia harus selalu thawaf kepada Allah SWT, disebabkan adanya cinta, takut, dan harap kepada-Nya yang berhimpun di hati (qalbu al-dzakir). Bukan hati berkata “Allah SWT… Allah SWT.. Allah SWT..” namun qalbu benar-benar hadir di hadapan Allah SWT SWT. Dari sini tumbuh keimanan yang kokoh, kuat dan mengakar di hati. Bahkan dari “qalbu al-dzakir” ini berimplikasi atau menjadikan efek pada gerak-gerik seluruh tubuh dan fikiran, yang kita bisa sebut dengan  (2)“dzikir bi al-dhahir”. Bila manusia telah dimampukan hatinya senantiasa thawaf
  kepada Allah SWT  (qalbu al-dzakir) maka seluruh tindakan dan  
fikirannya berdasarkan petunjuk (hidayah) dari Allah SWT. Bisa kita  
artikan juga bahwa menggunakan seluruh anggota badan dalam kegiatan yang
  sesuai dengan aturan Allah SWT atau yang diridhai Allah SWT. Secara  
reflek pun lisan kita akan berucap hamdallah ketika mendapatkan nikmat, 
  ketika memulai suatu pekerjaan mengucapkan basmalah, ketika takjub  
mengucapkan tasbih. Refleksi lisan yang demikian biasa kita sebut dengan
  “dzikru al-lisan” yang masih bagian dari “dzkir bi al-dhahir”. 
Fikir, secara bahasa adalah fakara, tafakkara yang artinya memikirkan, mengingatkan, teringat. Dalam pembahasan ayat ini berpikir berarti memikirkan proses kejadian alam semesta dan berbagai fenomena yang ada di dalamnya sehingga mendapatkan manfaat daripadanya dan teringat atau mengingatkan kita kepada sang Pencipta alam, Allah SWT. Dengan kalimat sederhana begitu melihat makhluk fikiran dan hati reflek ingat (dzikir) kepada Allah SWT.
Keberhasilan hidup bagi penyandang Ulul Albab bukan terletak pada jumlah kekayaan, kekuasaan, sahabat, dan sanjungan yang diperoleh, melainkan terletak pada ke-ridha-an Allah SWT. Selalu memilih jenis dan cara kerja yang shaleh artinya mereka bekerja dengan cara yang benar, lurus, ikhlas, dan profesional.
Dari uraian diatas, menurut penulis bentuk operasional suatu alat ukur sebagaimana terkandung dalam 16 ayat Al-Quran, ditemukan adanya 16 ciri khusus yang selanjutnya disarikan ke dalam 4 (empat) ciri utama, yang menjadi konsep Ulul Albab yaitu:
1)        Kedalaman spiritual yaitu karunia (fadlal)
  Allah SWT yang dianugerahkan kepada manusia berupa kesadaran terhadap 
 kehadiran Allah SWT kapan dan di mana saja berada, dan dalam kondisi 
apa  pun. 
2)        Keagungan
  akhlak yaitu kemampuan berperilaku mulia sesuai dengan ajaran Islam  
sehingga perilaku tersebut menjadi ciri dari kepribadiannya. 
3)        Keluasan
  ilmu yaitu kualitas seseorang yang dicirikan dengan kepintaran dan  
kecerdikan dalam menyelesaikan masalah. Selalu kreatif, inofatif dan  
responsif dalam melihat persoalan, terutama persoalan yang mencakup  
masyarakat atau umat. 
4)        Profesional
  yaitu kemampuan seseorang untuk bekerja dan berperilaku sebagai 
seorang  profesional dibidangnya. Kemampuan ini dicirikan dengan adanya 
 kesediaan untuk menyampaikan ilmu, kesediaan berperan serta dalam  
memecahkan masalah umat, dan kebiasaan untuk bertindak sesuai dengan  
konsep ilmiah dan islami.
Dari ke 4 (empat) ciri dan konsep Ulul Albab tersebut,
  penulis menggaris bawahi bahwa akibat atau efek dari ciri dan konsep  
yang no 1 (pertama)-lah kemudian melahirkan ciri-ciri dan konsep-konsep Ulul Albab
  berikutnya. Karena hati yang telah sadar akan hadirnya Allah SWT kapan
  dan di mana saja berada dan dalam kondisi apa pun  akan menuntun akal 
 pikiran sikap dan tingkah laku menjadi penuh nilai kemuliaan dan  
kehormatan yang hakiki, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Ingatlah
  dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu
  baik maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi bila rusak niscaya 
akan  rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu”. 
Thursday, 27 September 2012
Kursus Asas Membina Blog
Pada hari ini saya menghadiri kursus berkenaan pembinaan blog.Kursus ini diadakan dimakmal komputer sekolah menengah Agama Maarif. Kursus ini dijalankan selama dua hari iaitu pada 28 dan 29 September 2012
Pelajar yang menyertai kursus ini ialah pelajar-pelajar Tingkatan Enam Pra Universiti serta beberapa orang pelajar Tingkatan Lima.Tahniah untuk pelajar dan guru yang berjaya membuat blog masing-masing.
Pelajar yang menyertai kursus ini ialah pelajar-pelajar Tingkatan Enam Pra Universiti serta beberapa orang pelajar Tingkatan Lima.Tahniah untuk pelajar dan guru yang berjaya membuat blog masing-masing.
Subscribe to:
Comments (Atom)






